Pesan Pertama



DI ATAS JEMBATAN RAPUH
Oleh: Aulia Khalil
Siswa MAN/MAPK Koto Baru Padang Panjang


Matahari semakin condong ke ufuk Barat.
Seorang pria yang sedang berjalan melewati sebuah jembatan. Disana ia bertemu dengan seorang pengemis yang kumal, berpakaian lusuh dan tidak terurus sedikit pun. Pria tersebut terus berjalan tanpa menghiraukan sang pengemis. Ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket sembari bersiul dan berusaha untuk tidak mendengarkan sang pengemis yang berulang kali memanggilnya.
Ia tahu, sang pengemis pasti hanya menginginkan belaskasihannya dengan beberapa lembar uang untuk makan. Terkadang ia juga berpikir, kenapa pengemis itu tidak bekerja kecil-kecilan saja.
 "Nak, hei nak!"
 Seruan dari mulut sang pengemis terdengar lagi.
            Alih-alih untuk menoleh ke belakang, pria tersebut malah belagak tidak mendengar apa-apa, dan terus berjalan menelusuri jembatan yang telah separuh bagiannya ditempuh.
Ketika sang pria berada sekitar sepuluh langkah lagi sebelum sampai di ujung jembatan, ia mendapati seekor anak kucing terjebak di antara celahan kecil ruas badan jembatan. Karena merasa iba, ia pun berusaha mendekat dan berniat hendak menolong kucing tersebut, tanpa ia sadari tiba-tiba muncul seorang anak kecil dari belakangnya yang dengan sigap langsung menyelamatkan si anak kucing.
Kemudian anak kecil tersebut segera berlari meninggalkan sang pria ke arah yang berlawanan. Entah kenapa mata sang pria yang sedang terheran-heran itu berusaha untuk melirik mengikuti langkah kaki sang anak hingga ia membalikkan badan lalu menoleh ke belakang. Betapa terperanjatnya si pria ketika menyadari bahwa pengemis yang sebelumnya ia tinggalkan beberapa langkah di belakang sudah berada tepat di belakangnya. Karena merasa kaget, sang pria langsung berlari secepat mungkin ke arah ujung jembatan. Namun semuanya berada di luar dugaan.
Tanpa disengaja sang pria menginjak bagian badan jembatan yang rapuh dan ia pun terjerembab jatuh ke dalam sungai, meski pun sebelumnya ia masih sempat berpegangan untuk beberapa saat. Semua orang berduyun-duyun melihat kejadian itu. tidak ada yang berani angkat bicara selain si pengemis yang kumal.
"Kasihan anak itu." Ujarnya singkat.
            Ada pun karena merasa mengenal suara itu. Seorang perempuan berpakaian dinas langsung menyahut perkataan sang pengemis yang berada di dekatnya.
“Nenek, tukang sapu di sekolah kami 'kan?"
Pengemis itu menoleh.
"Eh, ibu. Benar, Bu. tapi hari ini saya tidak bekerja. saya harus menolong suami saya yang tukang sapu jalanan untuk membersihkan jembatan ini."
Perempuan berpakaian dinas itu mengangguk paham.
"Apa nenek kenal dengan orang itu?" Tanyanya lagi dengan wajah penasaran.
            "Tidak, Bu."
"Lalu kenapa nenek berkata seperti itu?"
Pengemis tersebut menghela napas panjang. "Saya juga tidak tahu, mungkin saja karena prihatin. Sebelumnya saya sudah berusaha untuk mengingatkan pria itu agar ia tidak terus berjalan pada bagian jembatan yang sudah rapuh ini. Tapi ia tidak mau mendengarkan dan akhirnya terjerembab jatuh”

***

Comments

Popular posts from this blog

cerpen #3 _Gadis kecil

FILOSOFI BULAN

Tentang siapa sebenarnya sahabat